Friday, April 18, 2008

ahmadiyah

PERBANDINGAN ANTARA PAHAM MAHDI SYI'AH DAN AHMADIYAH (4/4)
oleh Drs. Muslih Fathoni, M.A.

Kondisi ummat yang demikian, menurut paham Mahdi Ahmadiyah
ini, diperlukan adanya wahyu muhaddas oleh seorang Mujaddid
guna membersihkan agama dari berbagai bentuk kebid'ahan dan
penyelewengan. Kedua, agar dapat menangkap makna al-Quran
dan menafsirkannya sesuai dengan perkembangan zamannya.
Ketiga, guna memberi contoh cara-cara hidup Muslim yang
sejati, dan cara-cara memperjuangkan Islam yang relevan
dengan tuntutan masanya. Oleh sebab itu, gerakan Mahdiisme
Ahmadiyah dalam merealisasikan ide kemahdiannya, menuju pada
tujuan yang dicita-citakan adalah dengan jalan damai tanpa
kekerasan. Cara ini menurut mereka, adalah cocok dengan
sifat dan cara yang ditempuh oleh 'Isa al-Masih dalam
menyampaikan dakwahnya kepada Bani Israil. Menurut paham
aliran ini, menyebarkan kebenaran Islam dan paham
kemahdiannya dengan menggunakan argumen-argumen rasional dan
fakta-fakta sejarah yang obyektif, bila dibandingkan dengan
cara-cara kekerasan dan berperang atau jihad asgar, cara
terakhir ini, dianggap tidak sesuai dengan sifat Islam itu
sendiri, yang merupakan rahmatan lil-Alamin (rahmat bagi
seluruh alam).

Dengan demikian, corak kemahdian Syi'ah pada umumnya adalah
aktif yang agresif dan bersifat politiko-religious,
sedangkan corak kemahdian Ahmadiyah adalah aktif yang
defensif dan bersifat sosio-religious.

D. PAHAM MAHDI DAN MASALAH AKIDAH

Sebagaimana diketahui dalam uraian di atas, paham Mahdi atau
Mahdiisme bagi golongan Syi'ah maupun Ahmadiyah, dipandang
sebagai keyakinan yang prinsip, sehingga ia merupakan ajaran
yang harus dipertahankan dan diperjuangkan keberadaannya.
Akan tetapi, apabila paham ini dikaitkan dengan akidah
Islam, maka ia bukan merupakan salah satu rukun iman yang
wajib diyakini dan diikuti oleh setiap Muslim. Oleh karena
paham ini tidak ada hubungannya serta tidak ada dasarnya
dalam al-Quran atau dasar otentiknya.

Gerakan millenarium atau gerakan messiah yang diwarnai
dengan [kata-kata Arab], yang dikenal oleh masyarakat Islam
sebagai gerakan al-Mahdi, pada dasarnya dipengaruhi oleh
unsur-unsur ajaran Yahudi dan terutama oleh ajaran Nasrani.
Gerakan yang serupa, yang pernah juga terjadi di luar
kelompok Islam seperti: Gerakan Mwana Leza, di kalangan
masyarakat Ila di Rhodesia Utara, gerakan orang-orang Cina
Taiping (1850-1865) yang dimotori oleh Hung Siu-chuan,
gerakan millenarium di kalangan masyarakat Munda dan Oraon
dari Chota Nagpur di India. Demikian pula gerakan Taborite
dari Bohemia, Thomas Munzer dan gerakan Pemerintahan Orang
Suci di Munster, membuktikan betapa besarnya pengaruh ajaran
Nasrani pada gerakan-gerakan tersebut.26

Sehubungan dengan masuknya pengaruh ajaran Yahudi maupun
Nasrani yang mewarnai gerakan-gerakan yang milleniaristis
dan Mesianistis dalam siklus sejarah ummat manusia, apa lagi
dalam hadis-hadis Mahdiyyah yang dijadikan pegangan oleh
kaum Syi'ah, redaksinya mirip dengan ucapan Ibn Saba'
(sewaktu 'Ali ibn Abi Talib wafat) pada halaman 93 di atas.
Sedangkan hadis Mahdiyyah yang dipegangi oleh kaum
Ahmadiyah, seperti pada halaman 50, perawinya menurut
penilaian ahli-ahli hadis sendiri adalah lemah, sehingga Ibn
Khaldun menyimpulkan bahwa hadis tersebut adalah da'if
mudtarib27 (lemah lagi kacau sanad atau matannya). Dengan
demikian, hadis-hadis Mahdiyyah adalah tidak otentik, oleh
sebab itu, tidak bisa dijadikan landasan atau dasar dalam
masalah akidah. Sementara kaum Mutakallimin (para teolog
Muslim) membuat suatu komitmen bahwa dasar akidah haruslah
dasar yang qat'i (pasti kebenarannya) seperti ayat alQuran
atau hadis mutawatir.

'Akidah Mahdiyyah yang muncul di kalangan Syi'ah Kaisaniyah,
sesudah Muhammad ibn al-Hanafiyah wafat, untuk pertama
kalinya sampai dewasa ini, rupanya merupakan salah satu
sumber utama lahirnya bid'ah 'aqidah. Sebagaimana dimaklumi,
akidah Mahdiyyah bagi kaum Syl'ah, tidak bisa lepas
hubungannya dengan masalah kekhalifahan dan keimaman.
Demikian pula bagi golongan Ahmadiyah, akidah tersebut erat
hubungannya dengan masalah kewalian, kemuhaddasan, atau
kemujaddidan. Sekalipun demikian, keduanya terdapat
kemiripan-kemiripan akidah terutama pada masalah kenabian
dan kewahyuan.

Dalam keyakinan Syi'ah, menunjukkan bahwa keberadaan imam
sebagai khalifah atau missi kerasulan atau kenabian Muhammad
SAW, adalah mutlak diperlukan oleh ummat manusia sepanjang
zaman. Bagi mereka, seorang imam dipandang sebagai gudang
ilmu Tuhan, sebagai penterjemah wahyu-Nya, sebagai hujjah
nyata bagi ummat manusia, dan ia juga merupakan cahaya Allah
yang menerangi hati mereka. Karena itu, scorang imam juga
memperoleh wahyu dari Tuhan. Golongan ini -khususnya Syi'ah
Isna 'Asyariyyah- juga mempunyai paham bahwa kenabian itu
tidak terhenti sampai pada Nabi Muhammad saja, tetapi
kenabian itu tetap berlangsung pada 'Ali dan keturunannya.
Hanya saja status kenabiannya tidak dinyatakan secara
eksplisitt dan sebagai ganti istilah kenabian itu, mereka
gunakan term-term al-Wasi, al-Mahdi, atau al-Imam.

Paham seperti ini, demikian Ihsan Ilahi Zahir menjelaskan,
adalah diserap dari pemikiran Yahudi yang memandang Yusa'
ibn Nun sebagai penerima wasiat atau kekhalifahan dari Nabi
Muhammad SAW guna mempertahankan kejayaan Islam dan ummat
Islam.28

Paham Syi'ah ini senada dengan paham Ahmadiyah terutama
sekali dari sekte Qadian yang secara tegas memandang Mirza
sebagai nabi dengan menggunakan istilah Nabi Gair Mustaqil
atau Gair Tasyri'i. Berbeda dengan sekte Lahore yang lebih
moderat dan lebih dekat dengan Ahlu Sunnah, dalam rumusan
akidahnya, mereka menunjukkan bahwa sekte ini berkeyakinan,
tidak ada nabi lagi sesudah Nabi Muhammad dan diakuinya
bahwa kepercayaan mereka terhadap Mirza, hanya sebagai
Mujaddid. Dan kepercayaan terhadapnya pun tidak termasuk
rukun iman, dan kepada Muslim lain yang tidak
mempercayainya, juga tidak dianggap kafir. Dia (al-Mahdi
al-Ma'hud) adalah Mujaddid, Wali Allah, atau sebagai
Muhaddas. Namun demikian, sekte terakhir ini masih
menyebutnya sebagai Nabi Gair Tasyri'i atau Gair Haqiqi,
selain itu, mereka juga masih menggunakan term wahyu taydid,
wahyu walayah, atau wahyu muhaddas.

Apabilia dalam paham Mahdi Syi'ah yang didasarkan pada
'aqidah ar-raj'ah, melahirkan teori tentang Mandataris Imam,
maka dalam paham Mahdi Ahmadiyah tampaknya bersumber dari
teori al-Bab. Selain itu, jika paham Mahdi Syi'ah
menunjukkan rasa permusuhan dan kedengkian sesama Muslim,
maka dalam paham Ahmadiyah, menunjukkan adanya ide
pembaharuan. Oleh sebab itu, aliran ini beralasan bahwa
untuk memperoleh konsep pembaharuan diperlukan wahyu yang
baru.

Dalam menjalankan syari'at Islam, tampaknya kaum Ahmadiyah
tidak jauh berbeda dengan kaum Sunni, terutama dari sekte
Lahore, bila dibandingkan dengan kaum Syi'ah. Demikian pula
Kitab Sucinya, hadis-hadis serta pendapat ulama yang
terhimpun dalam berbagai kitab yang mereka jadikan sebagai
dalil, adalah sama dengan cara-cara yang biasa digunakan
oleh kaum Sunni. Hanya saja, karena perbedaan latar belakang
akidah yang kecil saja, yaitu tentang pemahaman term
kenabian dan kewahyuan semata, mengapa mereka harus
dipandang sebagai non-Muslim? Sedangkan golongan Syi'ah Isna
'Asyariyyah dan terutama dari sekte Isma'iliyyah, seperti
kelompok Druz yang masih ada sampai sekarang tetap diakui
sebagai kelompok Muslim, padahal tradisi mereka jauh berbeda
dengan tradisi kaum Sunni.

Dari keterangan di atas, apabila kita kaitkan dengan
Amandemen Konstitusi Pakistan 1973 nomor 2, demikian pula
jika dikaitkan dengan Keputusan Muktamar Alam Islami yang
tidak mengakuinya aliran Almadiyah -sebagai kelompok Muslim
seperti yang lain, maka penulis berkesimpulan bahwa
keputusan yang demikian itu lebih bersifat politis dan
emosional. Tidak mustahil vonis yang dijatuhkan kepada
golongan Ahmadiyah ini, berlatar belakang pada peristiwa
yang pernah terjadi di awal kemunculan aliran ini, yang
diwarnai oleh kekerasan antara golongan Sunni dengan
golongan Ahmadiyah. Dan diantara tokoh Sunni yang paling
keras menentang keberadaan aliran tersebut adalah Syaikh
Abul-A'la al-Maududi, namun yang ditentangnya adalah
golongan Ahmadiyah Qadiani, seperti dalam bukunya [kata-kata
Arab].

Catatan kaki:

1 Duhal-Islam III, op. Cit., hlm. 236.
2 Ibid.
3 Donaldson, op. Cit., hlm. 231.
4 H.M. Arsyad Thalib Lubis, Imam Mahdi,
(Medan: Firma Islamiyah, 1967), hlm. 36, et. Seq.
5 Ibn Khaldun, op. cit., hlm. 312-3, 322.
6 Al-Maududi, op. cit., hlm. 159-60.
7 bid., hlm. 159-160.
8 H.M. Arsyad Thalib Lubis, op. cit., hlm. 36.
9 Duhal-Islam III, op. cit., hlm. 241-2.
10 W. Montgomery Watt, The Majesty That was Islam,
(London: Sidgwick & Jackson, 1974), hlm. 170;
Syah 'Abdul-'Aziz Gulam Hakim ad-Dihlawi,
Mukhtasarut-Tuhfah al-Isna Asyariyyah, ed .
Muhammad Syukri al-Alusi (Istanbul: Isik Kitabevi, 1980),
hlm. 199.
11 Ibid., hlm. 170-1.
12 Fazlur Rahrnan, op. cit., hlm. 172.
13 Duhal-Isram III, op. cit., hlm. 243.
14 Kaum Sufi yang dimaksud disini ialah mereka yang pernah
bergabung dengan Syi'ah Isma'iliyyah yang terkemudian
mengajarkan tentang al-qatb dan abdal.
15 Fazlur Rahman, op. cit., hlm. 179.
16 Kata "Mesiah" berasal dari bahasa Ibrani "Mashiat," dalam
bahasa Arab disebut al-Masih, yang berarti seorang yang
diusap dengan minyak kesturi. Demikian pula kata tersebut
diterjemahkan ke dalam bahasa Latin menjadi "Christos," yang
selanjutnya dikenal dengan Juru Selamat sebagai yang dikenal
sekarang.
17 H.M. Rasyidi, "Imam Mahdi dan Harapan Akan Keadilan,"
Prisma VI, (Januari, 1977), hlm. 45.
18 Fajrul-Islam, op. cit., hlm. 250-1.
19 Muhammad Abu Zahrah, op. cit., hlm. 250-1.
20 Ibnu Khaldun, op. cit., hlm. 327.
21 Donaldson, op. cit., hlm. 232.
22 Departemen Agama, "Potensi Organisasi Keagamaan Ahmadiyah
Qadian," vol. II, (Laporan Penelitian Badan Penelitian dan
Pengembangan Agama Kanwil Departemen Agama Semarang,
1984/1985), hlm. 33.
23 Tim Dakwah PB. GAI, op. cit., hlm. 23.
24 Ihsan Ilahi Zahir, op. cit., hlm. 362.
25 Ibid., hlm. 376 et.seq.
26 Peter Worsley,The Trumpet Shall Sound,
(New York: Schocken Book 1974), hlm. 22-224.
27 Ibn Khaldun, op. cit., hlm. 322.
28 Ihsan Ilahi Zahir, op. Cit., hlm. 396-397.

-------------------------------------------------
Faham Mahdi Syi'ah dan Ahmadiyah dalam Perspektif
Drs. Muslih Fathoni, M.A.
Edisi 1 Cetakan 1 (1994)
PT. RajaGrafindo Persada
Jln. Pelepah Hijau IV TN.I No.14-15
Telp. (021) 4520951 Kelapa Gading Permai
Jakarta Utara 14240

No comments:

Post a Comment

Silahkan berkomentar dengan bahasa yang santun...