Tuesday, October 13, 2009

Ciuman Terakhir

Ciuman Terakhir dari Ayah

Rapat Direksi baru saja berakhir. Bob mulai bangkit berdiri dan
menyenggol meja sehingga kopi tertumpah keatas
catatan-catatannya.

"Waduhhh, memalukan sekali aku ini, di usia tua kok tambah
ngaco.."

Semua orang ramai tergelak tertawa, lalu sebentar kemudian,
kami semua mulai menceritakan Saat-saat yang paling
menyakitkan di masa lalu dulu.

Gilirannya kini sampai pada Frank yang duduk terdiam
mendengarkan kisah lain-lainnya.

"Ayolah Frank, sekarang giliranmu. Cerita dong, apa saat yang
paling tak enak bagimu dulu." Frank tertawa, mulailah ia berkisah
masa kecilnya.

"Aku besar di San Pedro. Ayahku seorang nelayan, dan ia cinta
amat pada lautan. Ia punya kapalnya sendiri, meski berat sekali
mencari mata pencaharian di laut. Ia kerja keras sekali dan akan
tetap tinggal di laut sampai ia menangkap cukup ikan untuk
memberi makan keluarga. Bukan cuma cukup buat keluarga kami
sendiri, tapi juga untuk ayah dan ibunya dan saudara-saudara
lainnya yang masih di rumah."

Ia menatap kami dan berkata, "Ahhh, seandainya kalian sempat
bertemu ayahku. Ia sosoknya besar, orangnya kuat dari menarik
jala dan memerangi lautan demi mencari ikan. Asal kau dekat
saja padanya, wuih, bau dia sudah mirip kayak lautan. Ia gemar
memakai mantel cuaca-buruk tuanya yang terbuat dari kanvas
dan pakaian kerja dengan kain penutup dadanya. Topi penahan
hujannya sering ia tarik turun menutupi alisnya. Tak perduli
berapapun ibuku mencucinya, tetap akan tercium bau lautan dan
amisnya ikan."

Suara Frank mulai merendah sedikit.

"Kalau cuaca buruk, ia akan antar aku ke sekolah. Ia punya mobil
truk tua yang dipakainya dalam usaha perikanan ini. Truk itu
bahkan lebih tua umurnya daripada ayahku. Bunyinya meraung
dan berdentangan sepanjang perjalanan. Sejak beberapa blok
jauhnya kau sudah bisa mendengarnya. Saat ayah bawa truk
menuju sekolah, aku merasa menciut ke dalam tempat duduk,
berharap semoga bisa menghilang. Hampir separuh perjalanan,
ayah sering mengerem mendadak dan lalu truk tua ini akan
menyemburkan suatu kepulan awan asap. Ia akan selalu berhenti
di depan sekali, dan kelihatannya setiap orang akan berdiri
mengelilingi dan menonton. Lalu ayah akan menyandarkan diri ke
depan, dan memberiku sebuah ciuman besar pada pipiku dan
memujiku sebagai anak yang baik. Aku merasa agak malu,
begitu risih. Maklumlah, aku sebagai anak umur dua-belas,
dan ayahku menyandarkan diri kedepan dan menciumi aku
selamat tinggal!"

Ia berhenti sejenak lalu meneruskan, "Aku ingat hari ketika
kuputuskan aku sebenarnya terlalu tua untuk suatu kecupan
selamat tinggal. Waktu kami sampai kesekolah dan berhenti,
seperti biasanya ayah sudah tersenyum lebar. Ia mulai
memiringkan badannya kearahku, tetapi aku mengangkat tangan
dan berkata, 'Jangan, ayah.' Itu pertama kali aku berkata begitu
padanya, dan wajah ayah tampaknya begitu terheran.

Aku bilang, 'Ayah, aku sudah terlalu tua untuk ciuman selamat
tinggal. Sebetulnya sudah terlalu tua bagi segala macam kecupan.'

Ayahku memandangiku untuk saat yang lama sekali, dan matanya
mulai basah.

Belum pernah kulihat dia menangis sebelumnya. Ia memutar
kepalanya, pandangannya menerawang menembus kaca depan.
'Kau benar,' katanya.

'Kau sudah jadi pemuda besar......seorang pria. Aku tak akan
menciumimu lagi.'"

Wajah Frank berubah jadi aneh, dan air mata mulai memenuhi
kedua matanya, ketika ia melanjutkan kisahnya. "Tidak lama
setelah itu, ayah pergi melaut dan tidak pernah kembali lagi.
Itu terjadi pada suatu hari, ketika sebagian besar armada kapal
nelayan merapat di pelabuhan, tapi kapal ayah tidak. Ia punya
keluarga besar yang harus diberi makan.

Kapalnya ditemukan terapung dengan jala yang separuh terangkat
dan separuhnya lagi masih ada di laut. Pastilah ayah tertimpa
badai dan ia mencoba menyelamatkan jala dan semua
pengapung-pengapung nya."

Aku mengawasi Frank dan melihat air mata mengalir menuruni
pipinya.

Frank menyambung lagi, "Kawan-kawan, kalian tak bisa
bayangkan apa yang akan kukorbankan sekedar untuk
mendapatkan lagi sebuah ciuman pada pipiku....untuk merasakan
wajah tuanya yang kasar......untuk mencium bau air laut dan
samudra padanya..... untuk merasakan tangan dan lengannya
merangkul leherku. Ahh, sekiranya saja aku jadi pria dewasa
saat itu. Kalau aku seorang pria dewasa, aku pastilah tidak akan
pernah memberi tahu ayahku bahwa aku terlalu tua 'tuk sebuah
ciuman selamat tinggal."

Semoga kita tidak menjadi terlalu tua untuk menunjukkan
cinta kasih kita.....

No comments:

Post a Comment

Silahkan berkomentar dengan bahasa yang santun...