Friday, October 16, 2009

Motivasi buat para Pemimpin

Ini tulisan bagus, motivasi buat pemimpin, yang mau ikut jadi pemimpin
jadi calon BUPATI, CALEG,CAMAT maupun Lurah..

"berpikir global dengan untuk kemajuan lokal "

WUJUDKAN "INDONESIA TODAY"

(Dikutip dari hasil diskusi panel "Sewindu Reformasi Mencari Visi Indonesia 2030" yang ditulis oleh Pepih Nugraha di harian KOMPAS - halaman 45, tanggal 20 Mei 2006)

SAKING SEMANGATNYA INDIA mewujudkan visi dan strategi pembangunan ekonominya di bidang teknologi informasi, IT tidak lagi kependekan dari information technology, tetapi dipelesetkan menjadi India today. Hari-harinya India, atau lebih bombastis lagi, abadnya India.

TIDAKLAH BERLEBIHAN jika seorang panelis yang menjadi salah satu pembicara dalam diskusi "Sewindu Reformasi Mencari Visi Indonesia 2030" memberi contoh betapa kuat dan bersemangatnya India mewujudkan visinya di bidang teknologi informasi (TI). Hasilnya nyata, hampir semua pemain bisnis TI dunia sudah membuka usahanya di India, khususnya di Bangalore. Diperkirakan tahun 2006 pendapatan dari TI mencapai 36 miliar dollar AS, suatu jumlah yang fantastis.

DI BIDANG MANUFAKTUR, India mampu mencengangkan dunia saat Lakshmi Mittal, pendiri Mittal Steel, melakukan megaakuisisi terhadap Arcelor, sebuah perusahaan baja raksasa berbasis di Luxemburg. "Padahal, sepuluh tahun lalu Mittal masih bukan siapa-siapa," katanya. Betapa cepatnya Mittal Steel membangun kerajaan bisnis selama sepuluh tahun, bisa dibandingkan dengan HM Sampoerna saat diakuisi PT Philip Morris Indonesia yang "hanya" senilai 1,8 miliar dollar AS. Nilai akuisisi Mittal Steel sendiri mencapai 18,6 miliar dollar AS atau sepuluh kali lebih besar dari Sampoerna. Yang menarik, Mittal Steel dibangun sepuluh tahun, sementara Sampoerna dibangun empat generasi atau lebih kurang 100 tahun!

WAJAR KALAU INDIA DAN CHINA mendapat penekanan yang dalam dari panelis ini saat memberi contoh kisah sukses kedua negara raksasa Asia yang mempunyai visi yang jelas, yang dirancang masing-masing elite pemimpinnya atau setidak-tidaknya arsitek ekonominya. India, misalnya, dimulai saat Menteri Keuangan Manmohan Singh melakukan liberalisasi dengan membongkar License Raj pada tahun 1991. Setelah itu, produk nasional bruto (GNP) India tumbuh 6 persen. Yang mencengangkan, pada periode tahun 2003-2005 pertumbuhan ekonomi India meningkat menjadi 8 persen. Bahkan, India sudah menjadi salah satu negara pengekspor terbesar dunia.

PADA MULANYA VISI DAN STRATEGI India lebih bersandar pada outsourcing. Itulah awal mula visi India yang saat itu menjadi bahan olok-olok di Universitas Michigan. Pada majalah dinding universitas tersebut tergambar karikatur seorang guru yang menegur mahasiswanya, "Tidak, tidak, kalian tidak bisa meng-outsourcing-kan PR kalian ke India!" Bangsa India yang berjumlah lebih dari satu miliar itu sadar dan tetap menerima olok-olok itu sambil melepaskan visi dan strategi lamanya, outsourcing, untuk masuk pada tahap kedua dari strategi pembangunan ekonominya, yaitu membangun TI itu tadi. Sekali lagi, India dapat mencapai pertumbuhan ekonomi mengesankan seperti saat ini karena visi, visi yang jelas dari para pengelola negerinya.

BANGSA CHINA SUDAH LEBIH AWAL LAGI merancang visi dan strategi pembangunan ekonominya. Upaya itu dimulai sejak Deng Xiaoping mencanangkan perubahan sistem ekonominya di tahun 1978 dari high centrally planned economy ke ekonomi pasar yang terkendali, managed market economy. Beberapa kebijakan penting birokrasi yang menjadi penyebab utama kemajuan China antara lain visi dan strategi pembangunan ekonomi yang jelas, terciptanya stabilitas politik dalam negeri, pendidikan dan pengembangan sumber daya manusia secara terarah, kebijakan ekonomi yang sangat kondusif dan konsisten, dan birokrasi yang sangat ramah terhadap bisnis. Pemerintah China telah merumuskan visi dan positioning strategy-nya dengan jelas. Pada tahap awal pembangunan ekonomi, misalnya, China menekankan pada cost leadership melalui ongkos buruh rendah dan operational excellence. Itu sebabnya, China sering dikatakan sebagai "tempat termurah di dunia untuk membangun pabrik apa pun".

STRATEGI INI DIJALANKAN dengan sangat serius dan konsisten sehingga China berhasil membanjiri pasar di seluruh dunia dengan produk-produknya. China bahkan sering dikatakan sebagai pengekspor deflasi. "Perusahaan raksasa Wal Mart bahkan sangat mengandalkan pasokan dari China untuk mewujudkan strategi bisnisnya: everyday lower price," katanya. Di bidang kebijakan ekonomi, China melakukan banyak hal yang membuat iklim bisnis menjadi sangat kondusif. Di bidang infrastruktur, untuk menggenjot perekonomiannya, China menetapkan 20 zona ekonomi khusus (ZEK) yang menjadi salah satu mesin pertumbuhan ekonominya.

VISI YANG JELAS tercermin dari terbaginya ZEK ke dalam empat tahap, yang masing-masing tahap ditetapkan lokasi, waktu, dan targetnya secara rinci. Dengan adanya 20 ZEK itu, perkembangan ekonomi menjadi lebih terfokus dan infrastruktur lain yang dibangun pemerintah menjadi lebih efisien. "Investasi asing yang berhasil disedot lebih dari 60 miliar dollar AS setahun dan 500 perusahaan terbesar dunia hampir semuanya sudah melakukan investasi di China," ujarnya.

Visi dan solusiVISI YANG JELAS DUA NEGARA RAKSASA ASIA itu seharusnya menjadi cermin bagaimana kita melihat diri sendiri, melihat Indonesia. Sudahkah Indonesia memiliki visi jelas di bidang pembangunan ekonomi? Moderator diskusi yang dilaksanakan Kompas dalam sesi ini menyentak hadirin dengan pernyataan, "Pemerintah sekarang ini punya wawasan bisnis, tetapi tidak mempunyai visi bisnis." "Kita harus punya strategi nasional, memetakan Indonesia di posisi mana dan sedang berada di mana? Sebagai ahli apa kita ini? Sebagai penyumbang apa dalam kontribusi ekonomi dunia? Apakah benar harus bergerak di bidang jasa atau melirik pariwisata? Apakah benar demokrasi liberal membawa kita lebih lamban dalam mencapai kesejahteraan?" kata moderator melempar "bola panas". Sejumlah penanya menyatakan tegas bahwa Indonesia tidak memiliki visi ekonomi yang jelas, apalagi untuk tahun 2030. Penanya lainnya merasakan pentingnya penekanan pada sektor-sektor tertentu, seperti pariwisata dan pendidikan, serta perbaikan dunia usaha mutlak diperlukan.

Panelis lainnya juga menyampaikan minimnya visi Indonesia dalam hal pembangunan ekonomi, kalau tidak mau dikatakan tidak ada visi sama sekali. Dicontohkan, sampai terjadinya krisis keuangan Asia di tahun 1998, struktur ekspor Indonesia tidak banyak berubah, yakni tetap mengandalkan produk bernilai tambah rendah yang dihasilkan industri padat karya dengan tingkat keahlian rendah. Namun, pada saat yang sama, negara-negara Asia lain seperti Malaysia, Thailand, dan Filipina telah beranjak ke produk-produk yang mempunyai tingkat teknologi yang lebih kompleks dan bernilai tambah tinggi. Bahkan Singapura dan Korea Selatan telah mengarah pada teknologi informasi dan perancangan produk (product design).

PANELIS INI JUGA MENGAKUI, terlepas dari persoalan kelambatan proses transformasi teknologi di Indonesia, industri padat karya telah berjasa mengangkat jutaan orang dari kemiskinan absolut. "Hanya saja, secara alamiah, Indonesia tidak dapat terus mengandalkan produk-produk ini," katanya. Kalau China memiliki strategi "menggerojok" pasar global dengan produk-produk murah dan tenaga kerja yang murah pula, tidak demikian Indonesia yang karena intervensi pemerintah telah membuat tenaga kerjanya menjadi tidak murah lagi. Di sisi lain, Vietnam, India, China, dan Sri Lanka memiliki tenaga kerja cukup bersaing dibandingkan dengan Indonesia. Bukan tidak mungkin jika situasi sudah tidak tertahankan lagi, industri padat karya baik modal dalam negeri maupun modal asing akan besar-besaran mengalihkan usahanya dari Indonesia. Mereka akan memilih lokasi dengan biaya paling bersaing.

POLA SPESIALISASI MALAYSIA dengan sektor manufaktur pun sudah lebih lanjut dibandingkan dengan Indonesia. Jepang dan Korea Selatan bahkan sudah jauh bergerak menuju perekonomian berbasiskan industri jasa modern seperti jasa keuangan. Untuk Indonesia, dia mengusulkan adanya upgrading yang tidak hanya dilakukan terhadap produk-produk unggulan, tetapi juga terhadap angkatan kerja itu sendiri.UNTUK MENYIASATI arah perkembangan China dan India, Pemerintah Indonesia perlu mengeluarkan kebijakan-kebijakan antisipatif dengan terlebih dahulu menghapuskan enam faktor utama penghambat investasi, yakni birokrasi pemerintah yang tidak efisien, infrastruktur yang tidak memadai, peraturan perpajakan, korupsi, kualitas sumber daya manusia, dan instabilitas kebijakan. Bahwa peran China dan India akan dominan di masa datang, diusulkan perlunya posisi baru Indonesia sehingga dapat menangkap berbagai peluang yang ada melalui strategi komplementer jangka panjang dengan kedua negara tersebut. Strategi komplementer itu bisa berdasarkan keunggulan komparatif yang dimiliki, bisa juga dengan memosisikan Indonesia masuk ke value chain yang sedang menjadi arah pembangunan mereka.

AKAN TETAPI, untuk mewujudkan impian berupa arah jangka panjang tersebut, mutlak diperlukan pemimpin yang kuat, konsisten, dan mengutamakan kepentingan bangsa dan negara di atas segala-galanya. "Tanpa itu, kita tidak akan pernah beranjak dari transformasi yang terus berputar-putar selama lebih dari delapan tahun terakhir ini," kata seorang panelis.

MEWUJUDKAN INDONESIA TODAY KELAK, hari-harinya atau abadnya Indonesia, mutlak diperlukan visi dan strategi pembangunan ekonomi yang jelas. Visi hanya akan lahir dari pemimpin yang tidak saja memiliki visi, tetapi pemimpin yang juga mampu melihat, merumuskan arah jangka panjang, kemudian bergerak cepat dan sistematis untuk mewujudkan impian (cita-cita) bersama yang telah dicanangkan. Punyakah Indonesia pemimpin yang seperti itu?(Tulisan ini disajikan – untuk mendukung semangat "Menuju Indonesia yang Lebih Baik" – BRN).

No comments:

Post a Comment

Silahkan berkomentar dengan bahasa yang santun...